Cinta Terlarang

 

Pesta pernikahan Rere dan Nino berjalan lancar dan cukup meriah, dengan dukungan dari kedua keluarga dan teman-teman Rere yang turut hadir memeriahkan pesta. Setelah pesta pernikahan usai Rere kemudian diboyong ke rumah suaminya. Hari-hari berikutnya Rere tinggal bersama suami dan ayah serta ibu mertuanya yang usianya setengah baya.  Hari-hari pertama pernikahan Rere dan Nino dipenuhi dengan rasa sayang dan cinta sehingga terlihat sebagai keluarga yang harmonis.

“Ini aku sudah masak buat kita mas, ayo makan dulu!” ucap Rere suatu pagi.

“Wah, pasti lezat masakan isteri aku yang cantik ini!” jawab Nino sambil memeluk Rere.

“Apa ya menu masakan kita hari ini?” tanya Nino.

“Balado terong sama ikan asin mas!” jawab Rere sambil mengambilkan nasi untuk Nino.

Kehidupan Rere dan Nino sederhana namun dipenuhi dengan kebahagiaan. Namun dua bulan kemudian bertepatan dengan usia kehamilan Rere yang dua bulan, tragedi itupun mulai terjadi. Saat itu keadaan kesehatan Rere menurun karena sedang hamil muda, Rere ingin sekali  berkunjung ke rumah orang tuanya. Namun Nino tidak bersedia mengantar Rere untuk berkunjung ke rumah orang tuanya. Rere merasa sangat kecewa, dia merasa tidak disayang dan diperhatikan oleh Nino sebagai seorang istri. Yang dalam bayangan Rere bahwa seorang suami baginya adalah sosok yang selalu menyayanginya, namun hal itu tidak ia dapatkan dari Nino.

“Mas, tolong antar aku ke rumah orang tuaku ya! Aku kangen sekali sama ibu!” ucap Rere pada Nino pagi itu setelah pulang dari masjid melaksanakan salat Idul Adha.

“Untuk apa ke rumah orang tuamu? Besok saja, aku males hari ini!” jawab Nino dengan nada ketus.

Tapi ini lebaran mas, aku ingin berkunjung ke sana, aku ingin minta maaf dan meminta do’a restu ibu mas!” ucap Rere merajuk.

Nino sama sekali tidak menanggapi permintaan Rere agar diantar ke rumah orang tuanya. Di tengah perasaannya yang menahan kekecewaan, Rere tidak sanggup menahan air mata yang mengalir di pipinya. Rere berusaha melunakkan hati Nino dengan menciumi pipi Nino yang hanya diam mematung di kursi tempat duduknya. Rere berharap hati Nino akan tergugah dengan tangisannya, Rere ingin Nino mengerti bahwa dia ingin sekali bertemu dengan kedua orang tuanya untuk melepas rindu. Namun Nino tidak bergeming sedikitpun dari posisinya, dan tetap diam mematung seakan tak menghiraukan tangisan  dan rengekan Rere.

Beruntung kedua orang tua Nino mengetahui kalau sedang terjadi perselisihan antara Rere dan Nino. Merekapun menasihati Nino yang hatinya membeku, agar mau mengantarkan Rere ke berkunjung ke tempat orang tuanya. Mendengar nasihat ayah dan ibunya Nino kemudian bersedia mengantarkan Rere ke rumah orang tuanya. Saat itu hati Rere sangat senang karena Nino akhirnya mau mengantarkannya berkunjung ke rumah orang tuanya untuk melepas kerinduan.

Setelah kejadian itu, tahun-tahun awal pernikahan Rere dan Nino pun berjalan baik, mereka saling menyayangi walaupun Rere masih sering mengalah dengan tingkah Nino yang kadang masih kekanak-kanakan.

Setelah buah hati pertama Rere dan Nino lahir, mereka bahagia karena anak mereka lahir dengan keadaan yang sempurna. Anak itu lahir dengan wajah yang tampan seperti ayahnya, kulitnya putih bersih seperti ibunya.

“Wah, cucu nenek ganteng sekali!” ucap ibu Nino sesaat setelah Rere melahirkan anak pertamanya.

“Iya bu, alkhamdulilah anakku sehat bu!” ucap Rere senang karena buah hatinya sehat dan tampan.

Ibu Nino memang sangat menyayangi cucu laki-lakinya itu, saat Rere sudah kembali bekerja pun ibu Nino yang merawat anak Rere. Namun kali ini Rere merasa capek sekali merawat anak mereka sendirian selama beberapa bulan awal. Nino sibuk bekerja seharian dan sepulang dan sebelum kerja Nino tidak pernah menggendong anaknya barang sebentar. Beban Rere terasa semakin berat kali ini, ditambah dengan setumpuk pekerjaan rumah yang tak ada habisnya.

Sikap Nino yang cuek dan tidak memperhatikan anaknya semakin membuat Rere kecewa, belum lagi setelah usia anak mereka dua bulan Rere sudah harus bekerja kembali. Setelah pulang bekerja Rere masih harus disibukkan dengan tugasnya mengasuh anak juga menyelesaikan pekerjaan rumah. Sedangkan sampai saat ini Nino tidak pernah membantunya menyelesaikan pekerjaan Rere di rumah. Rere merasa sangat terbebani dengan semua itu, dia sama sekali tidak punya waktu untuk beristirahat.

Sikap Nino yang tidak peduli membuat Rere kembali menahan kekecewaan, bahkan ketika Nino minta dilayani pun Rere sering menolak karena rasa kecewanya akan sikap Nino. Hal inilah yang menyebabkan Rere dan Nino mulai sering bertengkar, dan keluarga yang semula terlihat harmonis pun kini mulai pudar.

“Mengapa sekarang sikap kamu seperti itu terhadap aku suamimu Re?” tanya Nino suatu malam saat Rere menolaknya.

“Aku capek mas, seharian sudah bekerja dan mengurus anak!” jawab Rere.

“Aku hanya ingin hakku Rere!” ucap Nino kembali.

“Maaf mas, sebenarnya aku hanya minta pengertian dari kamu. Kamu sama sekali tidak pernah memahami keadaanku, kamu hanya memikirkan diri kamu sendiri mas!” kata Rere sambil beranjak keluar dari kamar.

Keadaan rumah tangga yang kacau itupun berlanjut sampai bertahun-tahun, Rere hanya menyimpan kepedihannya sendiri . Rere tidak ingin kedua orang tuanya tahu tentang keadaannya rumah tangganya sekarang, Rere tidak ingin ayah dan ibunya merasa sedih.

Tepat tahun ke-10 pernikahan Rere , datanglah seorang pemuda tampan ke desa mereka. Rere pun berkenalan dengan pemuda tampan itu,  dan tanpa di sadari Rere menaruh hati pada pemuda itu. Dia adalah Doni, seorang pemuda yang datang ke desa Rere karena tinggal bersama dengan keluarga pamannya. Bak gayung bersambut, Doni pun menaruh hati pada Rere, walaupun dia tahu bahwa Rere telah menikah dan punya anak.

“Kamu sangat cantik Re!” ucap Doni sambil duduk di samping Rere.

“Ah masak, anakku sudah dua Don, mungkin kulitku pun sudah mulai keriput!” jawab Rere sambil tersenyum.

“Beneran kok, kamu cantik dan anggun! Kalau kamu belum bersuami, pasti aku akan menikahi kamu Re!” ucap Doni merayu Rere.

Hari-hari berikutnya hubungan Rere dan Doni pun semakin dekat, Doni adalah tempat bagio Rere berkeluh kesah tentang keadaan rumah tangganya yang kacau. Doni dengan setia selalu mendengarkan keluh kesah Rere, bahkan terkadang memberikan solusi bagi Rere. Hal itu yang membuat Rere semakin kagum pada Doni karena Doni masih peduli dengan keutuhan rumah tangga Rere walaupun Doni mencintai Rere. Cinta Doni pada Rere sangat tulus, Doni ingin Rere bahagia walaupun dia tidak bisa memilikinya.

***

Comments

Popular posts from this blog

Mengirim Naskah Buku ke Penerbit

Puisi 35 #Kumandang Takbir

Puisi 19 #Kertas